Beranda | Artikel
Jual Beli Pemindahan Hutang, Jual Beli Perkawinan Unta, Jual Beli Anjing
Minggu, 11 Januari 2015

JUAL BELI HAWALAH (PEMINDAHAN HUTANG)

Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy

Asal penamaan ini adalah al-Hawalah, namun sebagian ulama menamakannya dengan jual beli (yaitu memasukkan hawalah ke dalam bab jual beli-penj.).

Hawalah yaitu memindahkan hutang dari satu tanggungan ke tanggungan yang lain. Misalnya Anda mempunyai uang yang dihutangkan kepada seseorang (si A) dan orang tersebut (si A) juga mempunyai uang yang dihutangkan kepada orang lain (si B), lalu orang yang Anda hutang-kan (si A) berkata, “Hutang saya kepadamu saya alihkan kepada si fulan (si B), maka tagihlah uangmu (yang telah aku pinjam) dari si fulan (si B) (karena ia punya hutang kepada saya).”

Imam al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَمَنْ أُتْبِعَ عَلَى مَلِيئٍ فَلْيُتْبِعْ.

Menunda pembayaran hutang oleh orang kaya adalah kezhaliman dan barangsiapa diminta untuk menagih kepada orang kaya, maka hendaklah ia menagihnya.”

Kata مَلِيْئٍِ artinya orang kaya (orang yang mampu).

Syarat-syarat dibolehkan hawalah:
1. Kedua hutang atau hak yang dialihkan nilainya harus sama.
2. Hendaknya hutang tersebut pada sesuatu yang jelas.
3. Harus ada keridhaan dari orang yang hutangnya dialihkan kepada orang lain.

JUAL BELI PERKAWINAN UNTA DAN BINATANG PEJANTAN
Yaitu seseorang menyewa pejantan unta, sapi, kambing atau yang lainnya, lalu hewan jantan tersebut bercampur dengan hewan betina, sehingga menghasilkan keturunan darinya.

Jual beli ini hukumnya haram, karena sperma binatang jantan tidak bisa dihargai dan tidak jelas kadarnya. Juga tidak dapat diserahkan kepada si pembeli.

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَسْبِ الْفَحْلِ.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menerima upah dari perkawinan binatang jantannya.”

Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ ضِرَابِ الْجَمَلِ.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli (menerima upah) dari perkawinan unta.”

Ketika Islam melarang jual beli sperma jantan, Islam hanya menginginkan agar masyarakat Islam menjadi masyarakat yang tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan juga tolong-menolong dalam jalan kebaikan yang bersifat umum dan khusus sehingga diharapkan akan tercipta kecintaan dan keterikatan. Disamping itu sperma jantan tersebut belum pasti menghasilkan kehamilan. Karena itulah, maka jual beli ini termasuk jual beli yang majhul (belum diketahui). Lalu atas dasar apakah si pemilik binatang jantan mengambil upah dari perkawinan hewan tersebut, padahal ia sendiri tidak yakin bahwa binatang jantan itu akan mampu membuahi si betina.

Dalam madzhab Hanafiyyah dan Syafi’iyyah disebutkan bahwa menyewa pejantan untuk dikawinkan dengan hewan betina hukumnya haram.”

Ibnu ‘Aqil berpendapat tentang bolehnya hal tersebut, ia berkata, “Hal ini karena adanya manfaat yang dituju (yaitu mengharapkan keturunan dari hewan betina-penj).”

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Hal ini termasuk jual beli sesuatu yang tidak dapat diserahkan kepada si pembeli, maka hukumnya sama seperti menyewa budak yang kabur. Hal ini juga disebabkan karena hewan jantan akan memilih hewan betina sesuai dengan syahwatnya dan ini tidak boleh dinyatakan dengan akad karena masih majhul (belum diketahui). Atas dasar ini apabila si pemilik hewan betina memberikan upah sewa perkawinan tersebut kepada si pemilik hewan jantan, maka hukumnya haram bagi si penerima dan tidak haram bagi yang memberikannya, karena ia telah mengeluarkan harta untuk meng-hasilkan sesuatu yang mubah yang ia butuhkan, dan itu tidak terlarang. Hukumnya sama seperti menerima upah dari hasil hijamah (bekam). Sesungguhnya ini sangat tercela, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan sesuatu kepada seorang yang membekamnya. Jika si pemilik hewan betina memberikan hadiah kepada si pemilik hewan jantan atau ingin memuliakannya dengan sesuatu tanpa ada akad sewa sebelumnya (tidak menyewanya), maka hukumnya boleh. Wallaahu a’lam.”

JUAL BELI ANJING
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata:

سَأَلْتُ جَابِراً عَنْ ثَمَنِ السِّنَّوْرِ وَالْكَلْبِ فَقَالَ: زَجَرَ النَّبِيُّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذلِكَ.

Aku bertanya kepada Jabir (bin ‘Abdillah) tentang uang dari hasil penjualan kucing dan anjing, lalu beliau menjawab, ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal yang demikian itu.’” [HR. Muslim]. An-Nasa-i juga meriwayatkannya dengan tambahan:

إِلاَّ الْكَلْبِ الصَّيْدِ.

Kecuali anjing untuk berburu.”

Hadits ini menunjukkan tentang dilarangnya jual beli kucing dan haramnya uang dari hasil penjualan tersebut walaupun memilikinya dibolehkan. Hadits ini juga menunjukkan tentang haramnya jual beli anjing.

Dan telah datang hadits shahih dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang uang hasil penjualan anjing.”

Dan ‘illat (sebab) diharamkannya hal tersebut karena anjing itu najis.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum jual beli anjing. Dalam madzhab asy-Syafi’i dan Ahmad hal tersebut diharamkan. Adapun jika anjing tersebut untuk berburu, untuk melindungi binatang ternak dan tanaman, maka dibolehkan.

‘Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah berkata, “Anjing-anjing yang dibolehkan untuk dimiliki, maka boleh juga diperjualbelikan dan anjing-anjing yang haram dimiliki, maka menjualbelikannya pun menjadi haram.”

Abu Hanifah rahimahullah berpendapat bolehnya jual beli anjing secara mutlak, baik anjing tersebut masuk dalam kategori anjing yang boleh dimiliki ataupun tidak, dengan dalil bahwa anjing dapat dimanfaatkan selama pemanfaatannya dibolehkan oleh syari’at secara mutlak, seperti menjaga binatang ternak dan tanaman atau untuk berburu, maka dalam kondisi seperti ini anjing menjadi harta bagi pemiliknya.

Al-Malikiyyah berpendapat tidak bolehnya jual beli anjing karena memperjualbelikannya telah dilarang. Mereka berdalil dengan hadits Ibnu Mas’ud z, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang harga dari penjualan anjing, hasil melacur, dan upah dukun.

Di antara bentuk jual beli yang diharamkan ialah jual beli khamr (minuman memabukkan) dan setiap sesuatu yang memabukkan, baik berupa ganja ataupun yang lainnya. Dan diharamkan pula jual beli bangkai kecuali rambutnya, bulunya, dan wolnya (jika bangkainya berupa domba-penj). Diharamkan pula jual beli babi, patung, gambar-gambar terlarang, kaset-kaset nyanyian (lagu), kaset-kaset VCD yang memutar gambar-gambar terlarang dan apa saja yang menampakkan gambar-gambar wanita atau yang sejenis dengan itu.

[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4043-jual-beli-pemindahan-hutang-jual-beli-perkawinan-unta-jual-beli-anjing.html